Jumat, 05 November 2010

kemiskinan gorontalo (seri kedua)

Catatan Akhir Tahun 2010


TITIK BALIK PENANGANAN KEMISKINAN
DI PROVINSI GORONTALO

Agussalim



Like slavery and apartheid, poverty is not natural. It is man-made, and it can be overcome and eradicated by the action of human beings”.
(Seperti halnya perbudakan dan aparteid, kemiskinan bukanlah sesuatu yang bersifat alamiah. Kemiskinan adalah buatan manusia, dan karena itu, kemiskinan hanya dapat diatasi dan diberantas oleh tindakan manusia).
Nelson Mandela (2003)


Setelah sempat dikejutkan dengan pembengkakan angka kemiskinan di tahun 2009, pemerintah daerah Provinsi Gorontalo bisa bernapas sedikit lega di tahun 2010. Pasalnya, jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo mengalami penurunan yang cukup impressif. Menurut hasil kalkulasi BPS, jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo menurun sebesar 3.731 orang, atau bergerak dari 224.617 orang pada tahun 2009 menjadi 220.886 orang pada tahun 2010. Dengan penurunan sebesar itu, persentase penduduk miskin saat ini menjadi 23,19 persen, dari sebelumnya 25,01 persen.
Pencapaian ini menjadi semakin penting karena secara relatif telah menempatkan Provinsi Gorontalo pada urutan kedua secara nasional yang mengalami penurunan persentase penduduk miskin yang relatif paling besar, sesudah Provinsi Sulawesi Tenggara. Angka 23,19 persen juga merupakan angka terendah yang pernah dicapai oleh Provinsi Gorontalo sejak daerah ini terbentuk pada tahun 2000.
Komparasi dengan tingkat kemiskinan nasional juga memberi impresi yang cukup menarik. Meskipun tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo relatif lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional, namun penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo berlangsung relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan nasional. Di tingkat nasional, penurunan persentase penduduk miskin hanya bergerak dari 17,75 persen pada tahun 2006 menjadi 13,33 persen pada tahun 2009 atau menurun 4,42 point. Sedangkan di Provinsi Gorontalo, bergerak dari 29,13 persen pada tahun 2006 menjadi 23,19 persen pada tahun 2010 atau menurun 5,94 point. Kecenderungan ini tentu saja baik bagi Provinsi Gorontalo. Namun jika kecenderungan ini memiliki pola linear, maka Provinsi Gorontalo masih membutuhkan waktu beberapa tahun lagi untuk bisa menyamai angka kemiskinan nasional. 

Gambar 1: Komparasi Persentase Penduduk Miskin Provinsi Gorontalo dengan Nasional













Menurunnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo, sebagaimana dirilis BPS, disebabkan oleh membaiknya nilai tukar petani, yaitu rasio penerimaan petani terhadap pengeluaran petani. Pada tahun 2010, nilai tukar petani berada di atas 100, atau tepatnya 100,68 persen. Padahal tahun sebelumnya, nilai tukar petani berada di bawah 100, yaitu 99,10 persen, yang menyebabkan jumlah penduduk miskin meningkat pada tahun tersebut.
Jika demikian, nilai tukar petani tampaknya menjadi crusial point bagi upaya pengentasan kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Ini mudah dipahami karena proporsi terbesar penduduk miskin di Provinsi Gorontalo bermukim di wilayah perdesaan (pada umumnya bekerja sebagai petani dan nelayan), yaitu sebesar 91,50 persen, dan sisanya 8,50 persen tinggal di wilayah perkotaan. Membaiknya atau memburuknya nilai tukar petani serta merta akan menyebabkan penurunan atau peningkatan jumlah penduduk miskin. Fakta ini menyiratkan bahwa untuk memperbaiki nilai tukar petani, sedikitnya ada dua hal yang perlu diupayakan: pertama, peningkatan produktivitas dan pendapatan petani; dan kedua, penguatan daya beli petani melalui pengendalian tingkat harga barang-barang konsumsi petani, terutama bahan kebutuhan pokok.
Tampaknya, kinerja pengentasan kemiskinan yang cukup mengecewakan di tahun 2009, telah memberi spirit dan energi bagi para pengambil kebijakan untuk bekerja lebih keras. Hasilnya ternyata cukup menggembirakan. Namun pemberantan kemiskinan di daerah ini masih sangat jauh dari kata selesai. Persentase penduduk miskin sebesar 23,19 persen bukanlah sebuah angka yang kecil. Angka tersebut masih menempatkan Provinsi Gorontalo pada urutan keempat terbesar secara nasional, sesudah Provinsi Papua (36,80%), Papua Barat (34,88%), dan Maluku (27,74%). Angka ini juga masih memposisikan Provinsi Gorontalo pada tempat teratas secara regional di Pulau Sulawesi. 

Gambar 2: Komparasi Persentase Penduduk Miskin Pulau Sulawesi Tahun 2010













Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi para pengambil kebijakan di Provinsi Gorontalo untuk tidak terus merawat keberhasilan yang telah dicapai di tahun 2010 ini. Bahkan sejatinya, keberhasilan tersebut harus dijadikan sebagai momentum untuk terus mengakselerasi berbagai upaya menurunkan angka kemiskinan di daerah ini. Pemerintah daerah juga harus bisa memastikan bahwa penanganan kemiskinan tetap berada pada jalur on the track.
Pada tingkatan makro, pemerintah daerah harus terus mengupayakan agar pertumbuhan ekonomi tetap berada dikisaran 7% s/d 8% per tahun. Dengan laju pertumbuhan ekonomi seperti itu, diharapkan kesempatan kerja bisa ditingkatkan dan angka pengangguran bisa ditekan, sehingga pada gilirannya angka kemiskinan dapat diturunkan. Bersamaan dengan upaya tersebut, tingkat kenaikan harga (inflasi), terutama untuk barang-barang konsumsi rumah tangga penduduk miskin, perlu terus dikendalikan. Ini penting, bukan hanya untuk mempertahankan “daya beli” masyarakat miskin, tetapi juga untuk menjaga posisi “nilai tukar” penduduk miskin atas barang-barang konsumsi.
Pada tingkatan mikro, program-program yang diarahkan untuk mendorong peningkatan produktivitas penduduk miskin harus terus diupayakan dan ditingkatkan intensitas dan jangkauannya. Bersamaan dengan itu, upaya menurunkan “beban pengeluaran” penduduk miskin tetap harus dilanjutkan,  misalnya melalui pemberian bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, subsidi beras, bantuan perumahan, bantuan langsung tunai, dan berbagai bentuk transfer payment lainnya.
Pada aspek lokus penanganan, program penanggulangan kemiskinan perlu diarahkan ke wilayah-wilayah perdesaan, yang selama ini menjadi tempat bermukim sebagian besar penduduk miskin. Perbaikan infrastruktur dasar perdesaan (seperti jalan desa, irigasi, air bersih, listrik, dll.), peningkatan aksessibilitas terhadap sumberdaya, peningkatan layanan dasar, pemberian skim kredit mikro, pemenuhan hak-hak dasar, dan sebagainya, merupakan sejumlah program yang layak direkomendasikan di masa depan. Program semacam ini, di banyak tempat, terbukti efektif mengurangi angka kemiskinan dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
Untuk sekedar referensi bagi pemerintah Gorontalo, di sejumlah negara telah dipraktekkan berbagai bentuk intervensi pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan.  Bentuk intervensi dimaksud relatif disukai oleh para pengambil kebijakan karena mudah diidentifikasi dan mempunyai implikasi kebijakan yang jelas, seperti: (1) memberikan transfer payments, terutama dalam bentuk bantuan keuangan, jaring pengaman sosial, jaminan sosial, dan berbagai bentuk subsidi pemerintah; (2) meningkatkan akses terhadap kredit bagi penduduk miskin, terutama kredit mikro; (3) mengembangkan program padat karya (public works programmes); (4) melakukan reformasi dan konsolidasi lahan (land reforms); (4) memberikan berbagai bentuk pelatihan dan keterampilan (training and re-training schemes); (5) meningkatkan belanja pemerintah di bidang pendidikan; dan (6) meningkatkan akses penduduk miskin terhadap berbagai layanan sosial, seperti kesehatan, air bersih, listrik, sanitasi, dll. Mungkin beberapa bentuk intervensi di atas dapat direplikasi di Provinsi Gorontalo, dengan sedikit modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah.

Sesungguhnya, upaya penurunan angka kemiskinan di Provinsi Gorontalo sangat memungkinkan untuk terus berlanjut. Sedikitnya ada tiga faktor eksternal yang dapat dimanfaatkan oleh daerah ini untuk tujuan menurunkan angka kemiskinan, yaitu: (1) kemiskinan telah menjadi agenda global dan nasional; (ii) intensifnya program dan besarnya anggaran yang dialokasikan pemerintah pusat untuk tujuan pengentasan kemiskinan; dan (iii) luasnya dukungan berbagai lembaga internasional, dunia usaha, LSM, masyarakat, dll.

Meskipun demikian, bagi penulis, terdapat beberapa masalah yang perlu segera dibenahi secara internal di Provinsi Gorontalo, antara lain: (i) masih sulitnya mengkonversi komitmen penanggulangan kemiskinan menjadi tindakan nyata dengan sasaran dan target yang jelas; (ii) belum adanya kesepakatan, terutama di level SKPD,  mengenai tindakan terbaik untuk “menangani” kemiskinan; (iii) tidak mudahnya mengembangkan sinergitas program antar SKPD untuk memerangi kemiskinan; dan (iv) masih sulitnya membangun kolaborasi antar stakeholder dan aktor pembangunan untuk menjadikan kemiskinan sebagai prioritas utama pembangunan daerah.

Lalu, jika kebutuhan masyarakat miskin sudah bisa diidentifikasi, bentuk intervensi sudah bisa dirumuskan, dukungan eksternal sudah bisa dimobilisasi, dan masalah internal sudah bisa diatasi, maka semuanya menjadi tampak lebih mudah. Kita semua menyakini, sebagaimana keyakinan Nelson Mandela, bahwa kemiskinan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diberantas. Melalui tindakan kita semua, kemiskinan di Provinsi Gorontalo akan dapat direduksi secara bertahap, konsisten, dan berkelanjutan di masa yang akan datang.

Makassar, 10 November 2010

Bahan Bacaan
Agussalim. 2010. Merekonstruksi Penanganan Kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Policy Paper untuk Pemerintah Gorontalo.
Agussalim. 2010. Kerangka Program Untuk Pencapaian MDGs: Kasus Kemiskinan. Makalah yang Disampaikan pada Lokakarya Perencanaan dan Penganggaran Berbasis MDGs, Bappeda Provinsi Gorontalo, Hotel Quality Gorontalo, 31 Juli 2010.
Agussalim. 2009. Mereduksi Kemiskinan: Sebuah Proposal Baru untuk Indonesia. Penerbit: Nala Cipta Litera dan PSKMP UNHAS. Makassar.
Agussalim. 2009. Reducing Poverty. Majalah Bakti News. ISSN 1979-777X. Vol. IV April 2009 Edisi 45.
Agussalim. 2007. Pengentasan Kemiskinan; Sebuah Proposal Baru untuk Nanggroe Aceh Darussalam. Makalah yang disampaikan pada Konferensi Internasional Pembangunan Aceh Kedua ”From A Bitter Past Towards A Better Prospect”. Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe. 29-30 Desember 2007.
Agussalim. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pengurangan Angka Kemiskinan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Surabaya. ISSN: 1410-9204 (Akreditasi B). Volume 9. Nomor 2. Juni 2007. Hal. 169-184.
Agussalim. 2006. Kemiskinan dan Gender: Perspektif Perencanaan dan Penganggaran. Makalah yang Disampaikan pada Seminar dan Workshop ”Pengentasan Kemiskinan Melalui Pengarusutamaan Gender”. kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dengan UNDP. Hotel Marannu Makassar, 4 dan 8 Mei 2006.
Agussalim. 2005. Sanggupkah Pertumbuhan Ekonomi Memperbaiki Ketimpangan dan Mereduksi Kemiskinan, Makalah Terpilih pada Calls for Papers Simposium Riset Ekonomi II: Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan. ISEI Surabaya. Surabaya, 23-24 November 2005.
Agussalim, 2005. The Quality of Growth dan Implikasinya Terhadap Perencanaan Pembangunan, Majalah Simpul Perencana. Pusbindiklatren BAPPENAS. ISSN 1656-4229. Volume 5. Tahun 3. Juni 2005. Hal. 28-32.
Bank Indonesia. 2010. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo.
Biro Pusat Statistik (BPS). Data dan Informasi Kemiskinan. Berbagai Seri. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2010. Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010.
Committee for Poverty Alleviation. 2003. A Process Framework of Strategic Formulation for Long Terms Poverty Alleviation. Interim Poverty Reduction Strategy Paper. March 2003. Jakarta.
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Sosial. Berbagai Data Mengenai Kemiskinan di Indonesia. www.data.menkokesra.go.id.
Sachs, Jeffrey D.  2005. The End of Poverty, How We Can Make in Happen in Our Lifetime. Penguin Books. New York.
UNDP. 2006. Partnership to Fight Poverty: UNDP in Indonesia. UNDP Indonesia. Jakarta.
World Bank. 2006. Era Baru Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Ikhtisar. Jakarta.


0 comments:

Posting Komentar